IT FORENSIK


UNIVERSITAS GUNADARMA
FAKULTAS TEKNOLOGI INFORMATIKA




MAKALAH
ETIKA DAN PROFESI TIK
“IT FORENSIK”

DI SUSUN OLEH :
Mya Nurul Hidayati
38116236
3DB01

UNIVERSITAS GUNADARMA
2018


KATA PENGANTAR


Segala puji kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas SOFTSKILL tentang “IT Forensik” ini dengan baik sesuai dengan waktu yang telah kita tentukan.
            Semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi kita semua dan dengan adanya penyusunan laporan seperti ini dapat mengetahui tentang Sistem dunia IT dan juga agar menambah wawasan kita, kita pelajari kembali pada kesempatan yang lain untuk kepentingan proses belajar.
            Dalam penyusunan tugas ini tentu jauh dari sempurna, oleh karena itu segala kritik dan saran sangat kami harapkan demi perbaikan dan penyempurnaan tugas ini dan untuk pelajaran bagi kita semua dalam pembuatan tugas-tugas yang lain di masa mendatang. Semoga dengan adanya tugas ini kita dapat belajar bersama demi kemajuan bidang Teknologi Informasi dan kemajuan ilmu pengetahuan.

Jakarta, 22 Desember 2018

Mya Nurul Hidayati


Daftar Isi

Cover

Kata Pengantar
Daftar Isi
BAB I. Pendahuluan
BAB II. Pembahasan

1. Pengertian IT Forensik
2. Tujuan dan Prinsip pada IT Forensik
3. Undang Undang Forensik
4.  Contoh Kasus pada IT Forensik


BAB III. Penutup

Daftar Pustaka



BAB I
Pendahuluan


Latar Belakang
Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi telah dimanfaatkan secara luas dan mendalam. Banyak institusi ataupun perusahaan yang menggantungkan proses bisnisnya pada bidang teknologi informasi dan komunikasi. Bagi mereka, pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi menjadi hal yang penting dan harus ada dalam proses pengembangan institusi/perusahaan. Sehingga dengan ketergantungan ini tanpa disadari akan meningkatkan resiko institusi/perusahaan tersebut akan kejahatan ataupun penyelewengan di dunia teknologi informasi.
Seiring berjalannya waktu, lahirlah UU ITE pada tanggal 21 April 2008 yang bertujuan untuk mengatur transfer informasi elektronik agar berjalan sesuai dengan etika bertransaksi informasi elektronik. Sehingga dengan adanya UU ITE ini diharapkan tidak ada orang perorang ataupun pihak lain yang merasa dirugikan karena transaksi informasi elektronik tersebut.

Tujuan
Makalah yang disusun bertujuan untuk memenuhi tugas Sofskill mata pelajaran Etika dan Profesi TIK. Selain itu, makalah ini juga disusun untuk menambah wawasan dan ilmu pengetahuan tentang pemahaman dunia IT.

Rumusan Masalah
1.  Pengertian IT Forensik?
2.   Apa tujuan, prinsip dalam IT forensic?
3.  Bagaimana undang undang pada IT Forensik ?
4.  Contoh Kasus dalam IT Forensik ?


BAB II
Pembahasan

Pengertian
IT Forensik adalah cabang dari ilmu komputer tetapi menjurus ke bagian forensik yaitu berkaitan dengan bukti hukum yang ditemukan di komputer dan media penyimpanan digital Komputer forensik juga dikenal sebagai Digital Forensik. kata forensik itu sendiri secara umum artinya membawa ke pengadilan. IT Forensik merupakan ilmu yang berhubungan dengan pengumpulan fakta dan bukti pelanggaran keamanan sistem informasi serta validasinya menurut metode yang digunakan (misalnya metode sebab-akibat), di mana IT Forensik bertujuan untuk mendapatkan fakta – fakta objektif dari sistem informasi. Fakta – fakta tersebut setelah di verfikasi akan menjadi bukti – bukti yang akan di gunakan dalam proses hukum, selain itu juga memerlukan keahlian dibidang IT (termasuk diantaranya hacking) dan alant bantu (tools) baik hardware maupun software.

Tujuan IT Forensik
Tujuan utama dari kegiatan forensik IT adalah untuk mengamankan dan menganalisa bukti digital dengan cara menjabarkan keadaan terkini dari suatu artefak digital. Istilah artefak digital dapat mencakup sebuah sistem komputer, media penyimpanan (harddisk, flashdisk, CD-ROM), sebuah dokumen elektronik (misalnya sebuah email atau gambar), atau bahkan sederetan paket yang berpindah melalui jaringan komputer.

Prinsip IT Forensik
1.      Forensik bukan proses hacking.
2.      Data yang diperoleh harus dijaga dan jangan berubah.
3.      Membuat image dari HD/Floppy/USB-Stick/Memory-dump adalah prioritas tanpa merubah isi dan terkadang menggunakan hardware khusus.
4.      Image tersebut yang diolah (hacking) dan dianalisis – bukan yang asli.
5.      Data yang sudah terhapus membutuhkan tools khusus untuk merekonstruksi kembali.
6.      Pencarian bukti dengan tools pencarian teks khusus atau mencari satu persatu dalam image.

 Undang – Undang IT Forensik
Secara umum, materi Undang – Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UUITE) dibagi menjadi dua bagian besar, yaitu pengaturan mengenai informasi dan transaksi elektronik dan pengaturan mengenai perbuatan yang dilarang. Pengaturan mengenai informasi dan transaksi elektronik mengacu pada beberapa instrumen internasional, seperti UNCITRAL Model Law on eCommerce dan UNCITRAL Model Law on eSignature. Bagian ini dimaksudkan untuk mengakomodir kebutuhan para pelaku bisnis di internet dan masyarakat umumnya guna mendapatkan kepastian hukum dalam melakukan transaksi elektronik. Beberapa materi yang diatur, antara lain :
·         Pengakuan informasi/dokumen elektronik sebagai alat bukti hukum yang sah (Pasal 5 & Pasal 6 UU ITE).
·         Tanda tangan elektronik (Pasal 11 & Pasal 12 UU ITE).
·         Penyelenggaraan sertifikasi elektronik (certification authority, Pasal 13 & Pasal 14 UU ITE).
·         Penyelenggaraan sistem elektronik (Pasal 15 & Pasal 16 UU ITE)
        Beberapa materi perbuatan yang dilarang (cybercrimes) yang diatur dalam UU ITE, antara lain :
·         Konten ilegal, yang terdiri dari, antara lain: kesusilaan, perjudian, penghinaan/pencemaran nama baik, pengancaman dan pemerasan (Pasal 27, Pasal 28, dan Pasal 29 UU ITE).
·         Akses ilegal (Pasal 30).
·         Intersepsi ilegal (Pasal 31).
·         Gangguan terhadap data (data interference, Pasal 32 UU ITE).
·         Gangguan terhadap sistem (system interference, Pasal 33 UU ITE).
·         Penyalahgunaan alat dan perangkat (misuse of device, Pasal 34 UU ITE).

Contoh Kasus IT Forensik
Jakarta – Tim Disaster Victim Identification (DVI) Rumah Sakit Bhayangkara Tingkat I Raden Said Sukanto, telah menerima 65 kantong jenazah berisi bagian tubuh atau body part penumpang Lion Air dari tempat kejadian perkara (TKP).
Selanjutnya, tim forensik melakukan tahapan identifikasi body partatau bagian tubuh penumpang yang berada di dalam kantong jenazah, mulai dari registrasi, labeling, pemeriksaan body part, hingga pengambilan sampel Deoxyribonucleic Acid (DNA).
Kepala Bidang DVI Pusdokkes Polri, Komisaris Besar Polisi Lisda Cancer mengatakan, ada dua metode identifikasi yakni primer dan sekunder.
“Primer itu terdiri dari sidik jari, kemudian dari data gigi geligi, dan DNA. Sementara, sekunder dari data medis dan data properti atau barang kepemilikan,” ujar Lisda, di Rumah Sakit Bhayangkara Polri Tingkat I Raden Said Sukanto, Kramat Jati, Jakarta Timur, Jumat (2/11).
Sementara itu, Spesialis Forensik Pusdokkes Polri, Kombes Pol dr Adang Azhar mengatakan, tim forensik lebih banyak bekerja di moartuary atau kamar mayat. Proses pemeriksaan dipimpin dokter forensik, dibantu asisten dan tenaga bantuan umum.
“Mulai dari penerimaan kantong jenazah dari TKP sampai ke kamar mayat, kita registrasi, kita labeling, label DVI, sampai nanti pemeriksaan yang ada di dalam kantong jenazah,” ungkapnya.
Ia menyampaikan, tim forensik melakukan pemeriksaan secara keseluruhan. Hal itu, mulai dari hal yang bersifat umum sampai detail.
“Di kamar jenazah kami memeriksa secara keseluruhan, mulai dari umum dulu, apa keadaannya, bagaimana, segala macamnya, sampai nanti secara mendetail. Keadaan umumnya misalnya apakah lengkap atau ada bagian-bagian saja atau ada pakaiannya bagaimana, barang-barang yang dipakai ada atau tidak, dan lain sebagainya,” katanya.
“Jadi kita periksa secara menyeluruh ya. Kalau tubuh itu mulai dari ujung rambut sampai ujung kaki, itu kalau kita temukan secara lengkap. Kalau misalnya yang dikirimkan dari TKP ke kamar jenazah misalnya tidak lengkap, ya kita periksa bagian-bagian itu,” tambahnya.
Adang mengungkapkan, selanjutnya dilakukan pemeriksaan secara medis, termasuk mencari apakah ada ciri-ciri khusus di body part.
“Bisa tahi lalat, bekas operasi, apakah pernah patah (tulang) dan lain-lainnya. Itu dari tubuh. Terus jenis kelaminnya bagaimana, apakah laki atau perempuan, kita tentukan juga kalau lengkap tinggi badan, atau panjang badan berapa,” jelasnya.
Menurutnya, karena pada kasus jatuhnya Lion Air kantong jenazah banyak berisi body part, maka tim forensik memeriksa bagian-bagian tubuh itu. “Karena bagian tubuh banyak, ya kita periksa apakah dari bagian itu masih ada barang-barang yang menempel di bagian tubuh atau ada tanda-tanda, ada tahi lalat kah atau tato di bagian tubuh itu,” ucapnya.
Ia menjelaskan, apabila menemukan bagian lengan dan masih ada jarinya, tim forensik akan berkoordinasi dengan tim inavis untuk memeriksa sidik jarinya. “Begitu pun kalau kita menemukan kepala lengkap ada gigi geliginya kita beritahu tim Odontologi (kedokteran gigi) untuk memeriksa lebih mendetail,” katanya.
Ia menambahkan, dari bagian-bagian tubuh itu pihaknya juga mengambil bahan atau sampel untuk pemeriksaan DNA. “Jadi kita ambil jaringan untuk pemeriksaan DNA, kita pilih bagian yang masih bagus, yang terbaik,” lanjutnya.
Adang menuturkan, setelah selesai melakukan proses forensik, bagian tubuh yang telah diperiksa dimasukkan kembali ke dalam body bag. “Setelah labeling, pengambilan sampel, dan lainnya, kita masukan ke body bag sesuai nomor yang pertama kali dikirimkan,” tandasnya.


BAB III
Penutup

Kesimpulan
Dunia forensik IT di Indonesia merupakan hal yang baru dalam penanganan kasus hukum. Adanya UU ITE dirasa belum cukup dalam penegakan sistem hukum bagi masyarakat. Kegiatan forensik IT ini bertujuan untuk mengamankan bukti digital yang tersimpan. Dengan adanya bukti-bukti digital, suatu peristiwa dapat terungkap kebenarannya.
Elemen yang menjadi kunci dalam proses forensi IT haruslah diperhatikan dengan teliti oleh para penyidik di Kepolisian. Proses ini bertujuan agar suatu bukti digital tidak rusak sehingga dapat menimbulkan kesalahan analisis terhadap suatu kasus hukum yang melibatkan teknoligi informasi dan komunikasi. Dengan menjaga bukti digital tetap aman dan tidak berubah, maka kasus hukum akan mudah diselesaikan.

DAFTAR PUSTAKA




Komentar